Jubir: Prabowo Mungkin Akan Meninjau Ulang Proyek China Jika Terpilih

Pojok Pos. Beberapa proyek yang didanai China akan mengalami peninjauan kembali, jika Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Indonesia pada Pilpres 2019. Juru bicaranya tidak mengatakan secara spesifik, proyek China mana saja yang akan ditinjau. Sementara itu, analis memperingatkan, penghentian proyek di tengah jalan justru bisa menimbulkan kerugian.

Indonesia dapat meninjau kembali proyek infrastruktur yang didukung China, jika pemimpin oposisi Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden tahun depan, pejabat dalam tim kampanyenya mengatakan pada Rabu (24/10).

Presiden Joko “Jokowi” Widodo—yang berupaya maju dalam pemilihan kembali—telah terlibat dalam inisiatif “Satu Sabuk Satu Jalan” yang ambisius, dan telah menjadikan peningkatan infrastruktur yang bobrok di negara itu menjadi prioritas selama masa jabatan pertamanya. Jokowi akan menghadapi Prabowo—mantan komandan pasukan khusus Angkatan Darat dengan catatan masalah hak asasi manusia—dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan pada 17 April tahun depan.

“Beberapa proyek mungkin dievaluasi untuk kebutuhan, tetapi tidak perlu dibatalkan,” kata Andre Rosiade, juru bicara Partai Gerindra, menanggapi pertanyaan dari BenarNews, sebuah layanan berita online yang berafiliasi dengan RFA, tentang apakah Prabowo akan meninjau proyek-proyek yang didukung China jika dia memenangkan kursi kepresidenan.

“Prabowo tidak anti-asing dan siap bekerja dengan negara asing, tetapi kesejahteraan rakyat Indonesia adalah prioritasnya.”

Andre tidak mengatakan proyek mana yang akan ditinjau.

“Kami tidak akan meninjau kembali proyek hanya karena didanai oleh negara tertentu. Proyek-proyek yang akan ditinjau adalah yang menyebabkan kerugian negara dan melemahkan negara,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara kampanye Prabowo.

“Pak Prabowo menentang praktik korupsi dan manipulatif, tetapi ia dapat bekerja dengan investor dari negara mana pun,” katanya.

Indonesia sedang membangun kereta api berkecepatan tinggi sejauh 140 kilometer (87 mil), dan beberapa pembangkit listrik di pulau Sumatra dan Kalimantan dengan pendanaan dari China.

Jalur kereta api tersebut—yang menghubungkan kota Bandung di Jawa Barat dan Jakarta—menelan biaya sebesar US$5,9 miliar dan sedang dibangun oleh konsorsium yang dipimpin oleh China Railway International, menurut informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional pemerintah Indonesia.

Jokowi meluncurkan proyek ini pada awal tahun 2016 dengan banyak gembar-gembor, tetapi pembangunan tersebut tertunda selama sekitar dua tahun karena masalah dalam pembebasan lahan, di antara isu-isu lainnya.

“Indonesia dan China memiliki hubungan yang baik, tetapi saya pikir ada beberapa proyek yang ingin kami tinjau,” kata Hashim Djojohadikusumo—yang adalah saudara laki-laki Prabowo dan manajer kampanye—kepada South China Morning Post pada Senin (22/10), mengacu pada Satu Sabuk, Satu Jalan.

“Saya yakin ada beberapa proyek yang sangat bagus, dan saya yakin beberapa proyek tidak diperlukan.”
Rencana Geopolitik Beijing

Tahun lalu, Jokowi menghadiri forum Satu Sabuk Satu Jalan selama dua hari, di mana Beijing menetapkan rencananya untuk berinvestasi lebih dari US$1 triliun dalam strategi besarnya membangun jaringan pelabuhan, jalan, kereta api, dan proyek-proyek lain yang terkait dengan logistik, yang membentang di seluruh Asia Tenggara, Asia Selatan, dan sekitarnya.

Jalan Sutra Maritim adalah bagian dari strategi multi-cabang China untuk meningkatkan hubungan perdagangan globalnya dengan mengembangkan jalur darat dan maritim, yang menghubungkan negara dan pusat ekonomi terbesar di dunia tersebut dengan pasar di Eropa.

China dan Indonesia menjalin hubungan diplomatik pada tanggal 13 April 1950. Pada tahun 2003, perdagangan bilateralnya mencapai US$3,8 miliar, tetapi angka tersebut berlipat ganda hampir 10 kali lipat menjadi US$36,1 miliar pada tahun 2010, menurut Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, sebuah wadah pemikir independen yang berbasis di Kanada.

Tetapi Jakarta membukukan defisit perdagangan sebesar US$14 miliar pada tahun 2016, dengan ketidakseimbangan perdagangan yang menguntungkan Beijing. Perdagangan antara kedua negara memuncak pada US$58,8 miliar tahun lalu, dengan Indonesia mengimpor sekitar US$35,7 miliar barang dari China, sebagian besar elektronik, termasuk telepon dan komputer, menurut angka resmi. Indonesia mengekspor sebagian besar briket batubara, baja, dan minyak sawit.

Indonesia menempati urutan keempat di antara mitra dagang terbesar China di Asia Tenggara, setelah Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Jokowi mengatakan pada tahun 2017 bahwa dia yakin inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan akan memperkuat hubungan ekonomi antara China dan Indonesia, dan pemerintahnya berfokus pada pembangunan infrastrukturnya.

Saingan regional China, India, telah menyatakan keraguan tentang strategi geo-politik China, dan mengatakan bahwa inisiatif harus didasarkan pada norma-norma internasional, transparansi, dan kesetaraan yang diakui secara universal.

Ari Kuncoro, seorang ekonom di Universitas Indonesia, memperingatkan bahwa meninggalkan proyek setelah pembangunan sudah mulai akan mahal.

“Setiap keputusan untuk meninjau kembali harus dibuat dengan hati-hati,” kata Ari. “Sebuah proyek hanya boleh ditunda ketika konten impor sangat tinggi sehingga merugikan mata uang lokal.”

“Membatalkan proyek yang sudah berjalan berarti biaya yang telah dikeluarkan tidak dapat dikembalikan,” katanya.

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menunda beberapa proyek infrastruktur yang menggunakan bahan impor besar hingga selama enam tahun, sebagai bagian dari upaya untuk menopang rupiah, yang telah anjlok hampir 10 persen tahun ini dan melemah hingga 15.000 per dolar AS untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.

Agung Pribadi, juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan bahwa beberapa proyek pembangkit listrik telah ditunda, tetapi dia tidak memberikan rinciannya.

Para pejabat di perusahaan listrik negara PLN tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

“Dengan Amerika Serikat (AS) mengisolasi diri, saya pikir Jalan Sutra yang baru masuk akal,” kata Ari.

“Indonesia memiliki populasi 260 juta jiwa dan dekat dengan Singapura, jadi ketika pelabuhan di Singapura kewalahan, kita dapat mengurangi beberapa lalu lintas yang berlebihan,” katanya.

Tetapi Indonesia harus menghindari hanya menjadi pasar untuk ekspor China.

“Kita seharusnya tidak menerima situasi seperti itu,” katanya.

Dilaporkan oleh BenarNews, sebuah layanan berita online yang berafiliasi dengan RFA.

Keterangan foto utama: Calon presiden Indonesia, Prabowo Subianto (kanan) mengendarai mobil golf bersama calon wakil presidennya Sandiaga Uno di Jakarta, pada 23 September 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PKS: Seharusnya Jokowi Itu Memberikan Contoh Politik Tanpa Adanya Kebohongan

Melek Politk Dan Cerdas, Generasi Milenial Akan Siap Memilih Presiden Yang Benar!

Peran Millennials Untuk Mencegah Penyalahgunaan Medsos Dan Politik Yang Gaduh